Budaya suku Mee akan puna karena kurang dilestarikan dan dianggap budaya primitif
Jati diri anak budaya (suku Mee, Papua) mati, karena dipandang itu sebagai masa yang sangat primitif |
Oleh: (Dance Yumai)***
Jati diri anak adat budaya (suku Mee, Papua) mati, karena dipandang itu sebagai masa yang sangat primitif
Abstrak
Di era milenial adalah generasi X yang sering disebut dengan generasi instan (serba-mudah) dan teknologi yang begitu maju “progres” biasa kita dengar dengan Era Revolusi Industri 4.0 artinya teknologi ini bisa menguasai segala aspek, bahkan teknologi mampu melakukan aktifitas manusia secara online dengan kerja yang sangat fleksibel. Sehingga manusia lebih beradaptif dengan kemajuan teknologi. Sehingga, manusia saat ini mudah kontaminasi, doktrin dan modernisasi. Bahkan lupa budaya atau kebiasaan hidup, lupa kepercayaan , dan kebiasaan masyarakat setempat itu dipandang sebagai dimana masa yang ketinggalan “the periode of primitive”, kehilangan jati diri “missing of the native identity” yang sesungguhnya. Dan Ikuti halus dengan budaya moderen, Dan masa ini dimana menghadapi masalah sosial “ social problem”, kehilangan kebiasaan warisan nenek moyang "missing in heritage of” dan sebagainya.
Generasi milenial ini Mudah adopsi dengan budaya luar, hidup serba mudah dengan adanya pembantuan teknologi sehingga budaya yang sesungguhnya itu dipandang sebagai primitif, kuno dan tidak tahu apa-apa dan sebagainya.
Penulis : Dance Yumai (IST) |
Penulis memandu dalam mengenai tantangan hidup sosial terhadap kehidupan generasi milenial di era revolusi industri 4.0 ini. Dibanding dengan generasi sebelumnya. Penulis berharap juga siapapun yang baca artikel ini berharap kritik bersifat motifasi atau mendorong untuk memperbaiki gagasan dan ide serta memperbaiki penulisan yang kalimat yang berulang ulang bahkan kode etik tulisan yang tidak informatif itu bisa dan berharap peninjau dan koreksi. Supaya penulis bisa meningkatkan kemampuan menulis dalam karya berupa artikel, jurnal, cerita pendek (CERPEN) serta karya penulis lain supaya penulis juga bisa menulis dengan elegan dan muda mengerti oleh pembaca. Dan penulisan memperbaiki tulisan-tulisan berikutnya, dalam penulisan kesalahan yang sebelumnya.
Kata kunci: "ketinggalan budaya, tantangan sosial, generasi milenial, kontaminasi, moderenisasi dan kehilangan jati diri"
Pendahuluan
Tatanan kehidupan sosial, generasi milenial di era revolusi teknologi industri 4.0 ini sudut pandang/“overview” dari penulis bahwa, dinamika kehidupan sosial yang begitu berbahaya terhadap martabat manusia sebagai mempunyai budaya yang begitu unik dan terjaga. Akan tetapi, generasi milenial saat ini mereka kontaminasi dengan budaya luar sehingga jadilah memusnahkan budaya sebagai budaya asli “originally culture” mereka dan juga itu pandanganya sebelah mata bahkan ketinggalan zaman dan lebih perhatian terhadap budaya luar dan muda di adopsi oleh berbagai budaya luar.
Sebagai contoh: melalui lagu tradisional lokal papua Meuwodide atau Mee-pagoo biasanya (yuu-waita atau aeyoh.) adalah suatu perayaan secara ritual bahkan sebagai bentuk kebahagiaan yang mereka expersikan saat mengadakan suatu kegiatan bersifat kehormatan dan glorifay, sebagai perayaan suatu kegiatan . Namun, kita melihat dengan generasi milenial sekarang, fakta di lapangan berubah secara halus dan puna secara perlahan dengan adanya kebiasaan lingkungan sosial untuk menyanyikan (sapusa atau wisisi) sebagai di gantikan lagu khas asli suku Mee.
Budaya seniman Wisisi atau Sapusa menyebar di modern adalah salah satu cara yang membunuh atau punah melalui lagu moderen ini. Bahkan, kita lihat dengan budaya dari pesisir pantai mereka memiliki “yosim” dan lagu yang begitu unik. itu salah satu bentuk tarian lokal yang wajib lestarikan dari generasi ke generasi dari nenek moyang mereka hinga terkini. Namun, realita di lapangan sekarang di ganti dengan “patola” itu adalah salah satu bentuk Dansa moderen yang generasi milenial yang telah sudah terapkan , terkini masih terpelihara, dan seterusnya. Tindakan ini bersifat memusnahkan dan punah kebiasaan-kebiasaan yang sebelumnya melalui budaya moderen ini.
Itu salah satu contoh realita kehidupan generasi x revolusi generasi 4.0 yang mereka menerapkan saat ini dan penulis berpandangan bahwa generasi x milenial ini mereka lebih mempengaruhi dengan budaya luar hingga lupa identitas diri yang sebenarnya. Bahkan sampai-sampai generasi milenial saat ini mereka benci dengan budaya keaslian mereka, mereka hanyalah tertarik dengan budaya luar.
Generasi milenial yang selalu dambaan di atas budaya orang lain.Penulis berpendapat bahwa, generasi milenial saat ini terlalu perhatian khusus terhadap budaya luar baik melalui lagu, dansa, gaya hidup mereka, bahkan vibes harian mereka.
Satu hal yang sangat fatal bagi generasi milenial adalah minuman alkohol yang jadikan minuman biasa keseharian mereka, pasangan hidup memilih jodoh jadikan prestasi terbaik dalam kehidupan mereka sebagai pergantian setiap hari, selalu dan lebih suka beradaptasi dengan bebas pestapora bahkan tampa sentuh gadget tidak bisa hidup dan sampai-sampai merasa bahwa hidup di dunia ini tidak sahabat bagi mereka dan sebagainya.
Dengan adanya gadget mereka hidup itu nyaman dan aman. Tidak mau tinggal di tanah air mereka dan selalu abadikan hidup di lingkungan yang selalu adaptasi dengan berbagai budaya, baik itu lingkungan yang bebas minum alkohol, lingkungan yang selalu acara malam atau (party patola) generasi ini anggap bahwa hidup ini lebih baik, lebih instan dari pada kerja keras di tanah air dusun masing-masing mereka. Disitulah, generasi milenial lebih khusunya suku mee dan pada umumnya orang papua.di era yang serba kaya ini, mereka berangap hidup ini hanya sederhana nya dan lebih sehat dibanding kehidupan sebelum era evolusi teknologi 4.0 dan s dengan kehidupan moderen ini.
Generasi X ini asyik dengan budaya pra modern sehingga secara halus hingga lupa nasehat orang tua, lupa kebiasaan hidup orang mee dan pada umumnya kehidupan dan kebiasaan orang papua, lupa kepercayaan atau gereja, akhirnya harapan yang tidak jelas, hukum adat, hukum agama anggapan bahwa itu hanya telerasi biasa dan jadilah hidup ini kehidupan mereka biarpun orang yang berpendidikan namun, tidak ada berguna bagi banyak orang itu kenyataan saat ini, apalagi orang belum pendidikan atau pemuda biasa yang selalu sahabat dengan hal-hal begitu tidak ada harapan yang diharapkan oleh banyak orang.
Generasi milenial yang siap menghadapi tantangan sosial budaya
Generasi milenial cenderung memiliki perasaan ingin tahu terhadap perkembangan zaman. Generasi milenial lebih percaya konten buatan daripada informasi searah, wajib mempunyai media sosial sebagai tempat bersosialisasi, kurang suka membaca secara konvensional, mengikuti perkembangan teknologi, cenderung tidak loyal, tidak peduli dengan sosialisasikan dengan komunitas komunitas terjalin antara satu sama lain tetapi bekerja efektif secara mandiri, menahan diri dan akibatnya bawah halus dengan membunuh karakter dalam hal ini kurangnya loyalitas, peduli satu sama lain, dan sebagainya.
Generasi milenial biasanya bergantung pada social media, tetapi kadang mereka belum memiliki kemampuan yang kuat untuk menyaring informasi yang didapatkan. Kadang terdapat kecendrungan dalam penggunaan internet seperti tidak peduli dengan nilai moral serta etika berkomunikasi. Kita ketahui bersama, bahwa etika sangat berperan penting untuk menghindari munculnya konflik. Karena itu, generasi milenial harus mempersiapkan karakter dengan sebaik-baiknya dengan cara mengubah karakternya.
Bukan hanya itu saja. Akan tetapi juga, dengan adanya serba canggih ini, dampak negatif yang akan muncul seperti:
Menambah malas kerja secara maksimal, kurang literasi, bahkan tidak pernya dengan adanya teknologi yang begitu canggih tugas ataupun project yang mereka lalukan di sekolah bahkan kampus itu munculnya budaya (copy-paste), sehingga otak manusia moderen sekarang ini kurang nya mengkonsumsi informasi yang sebanyak-banyak dari buku.
Berbahaya dan wajib diatasi juga, di era moderen yang begitu instan ini kita di perangkap dengan progresnya zaman dan teknologi. Sehingga, lupa budaya, lupa asal usul kita, lupa kebiasaan masyarakat lokal. Gaya hidup pun tidak selaras dengan versi suku mee atau pada umumnya versi orang asli OAP. Akan tetapi bahwa halus dan selalu dominan dengan budaya luar. Akhirnya pemikiran kita juga muncul pemikiran bahwa budaya kita itu tidak lestarikan lagi, sangat primitif, tidak berkembang, dan sebagainya.
Selain menawarkan perubahan teknologi, globalisasi turut menyumbangkan sebuah perubahan terhadap kehidupan yaitu perilaku, moral, sosial, budaya bahkan cara berfikir penggunanya. Bentuk perubahan itu sendiri dimana berwujud cepat tanggap dan menerima sesuatu yang baru dengan mudah, dari segi apapun itu baik meniru, mengikuti bahkan mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari yang pada akhirnya akan menjadi budaya. Pada dasarnya perubahan memiliki sisi positif dan juga negatif, karena revolusi industri memberikan dampak yang besar terhadap pembentukan karakter generasi.
Salah satu contoh positif adalah kemudahan akses internet akan membantu kehidupan sehari-hari bahkan bisa meningkatkan perekonomian sebuah negara dengan adanya teknologi tersebut. Di sisi lain berdasarkan fakta yang terjadi di kalangan masyarakat saat ini adalah generasi milenial yang terlalu mendewakan teknologi, lebih asik berselancar di dunia maya, terlena dan lupa waktu sehingga kewajiban lainnya seperti belajar, membantu orang tua dan lain-lain menjadi terbengkalai. Bahkan dengan adanya gadget menciptakan pola budaya baru yaitu mendekatkan yang jauh dan memutuskan yang dekat, ketika dalam sebuah perkumpulan keluarga, atau organisasi terlalu sibuk dengan gadgetnya masing-masing sehingga lupa akan makna sebuah perkumpulan itu sendiri, hal ini adalah salah satu contoh perubahan ke ranah yang negatif. Globalisasi lebih membawa terhadap sebuah perubahan sosial dan budaya.
Kesimpulan dan penutup
Globalisasi dipandang sebagai proses integrasi internasional yang terjadi begitu pesat di setiap tahunnya, kemajuan teknologi adalah salah satu faktor utama pendukung globalisasi di mana akan mendorong hubungan saling ketergantungan aktivitas manusia di kesehariannya dengan teknologi. Sebuah perubahan itu sangat pasti dan tidak dapat dihindari, era revolusi industri membuat semuanya menjadi lebih mudah. Revolusi industri sendiri mulai mengalami kemajuan menuju industri 5.0, sebuah perubahan yang lebih canggih dari 4.0 di mana masyarakat berbasis teknologi.
Namun, penulis simpulkan bahwa semuanya itu hanya manajement otak manusia yang bergerak untuk konsumsi teknologi itu sendiri, yaitu: aktifitas publikasi, kreatifitas harian selling/marketing dan sebagainya, akan tetapi teknologi yang menguasai pikiran (mindset) manusia. Oleh karena itu, generasi x atau milenial jangan mudah kontaminasi dengan penggunaan teknologi itu sebagai pegerakan utama dalam kehidupan manusia.
Akan tetapi, jadilah penguna teknologi sebagai topeng untuk kreatifitas dalam tuntutan masa dengan di era teknologi menuju revolusi 5.0 karena realitasnya kita selalu sahabat dengan penguna teknologi maka muncullah bersifat komparatif dalam hal ini kebiasaan atau budaya luar, sehingga ada rasa perbandingan untuk memili opsi gaya hidup (lifestyle) budaya luar dan budaya kita sendiri. Dan budaya luar itu akan pelatihan khusu di publik sehingga masa milenial akan terpengaruh dan akan kontaminasi dan (mixing of the culture) dan akan timbul praktekan budaya kita saya akan susah karena setiap hali selalu sahabat atau berhadapan dengan budaya luar melalui saluran internet.
Referency:
solusi atasi budaya moderen di era 4.0 - Search (bing.com)
Tantangan Generasi Millenial Menghadapi Society 5.0 - TIMES Indonesia
Penulis : Adalah mahasiswa Mee yang sedang menempuh pendidikan di Surabaya
Izin
BalasHapus