Refrensi, Yame Owaa (Honai), Hakikat dan siklus kehidupan suku Mee/Ekari
Foto : Dance Yumai (IST) |
Oleh : Dance Yumai (*)
Abstrak
Rumah Yame owaa/emawa adalah tempat pengumpulan parah pria atau laki-laki, dan disitu ada banyak cerita yang mereka ceritakan. Bukan hanya cerita tetapi dimana para laki-laki melakukan apa saja yang mereka lakukan tradisinya mereka dalam hal ini orang papua lebih khususnya wilayah Mee-pago atau meuwodide, baik itu membuat berbagai kreatifitas, berkaitan dengan budaya yaitu panah jubii, noken, aksesoris dan busana mereka.
kata kunci: "Wilaya Mee-pagoo, Emawa/Yamewa, Budaya, - Cerita"
I. Pendahuluhan
Pandangan umum budaya adalah kebiasaan yang turun temurun dari generasi ke generasi, berhubungan dengan kebiasaan masyarakat setempat suatu wilayah. Penulis memandu mendalam terkait dengan aktifitas yang dilakukan oleh suku mee di wilayah di meuwodide berkait dengan aktifitas yang dilakukan dalam rumah lelaki/pria di yamewa atau emawa tersebut sebagai berikut:
- Wilaya mee-pagoo adalah wilayah adat leluhur nenek moyang suku mee/ekari yang berdominasi batas wilayah Kegata sampai dengan makatakaida itu adalah wilayah yang kasih oleh Tuhan (Ugatame) dengan Cuma-Cuma, untuk mewariskan oleh generasi ke kenerasi suku mee di (meuwodide)/meepagoo.
- Emawa adalah tempat dimana para pria yang menginap tempat tersebut. Dalam hal ini rumah permanen yang mereka bangun untuk para lelaki yang tidur bangun dan melakukan berbagai aktifitas didalam di kediaman mereka.
- Dalam emawa/yamewa tersebut mereka juga melakukan berbagai aktifitas yang sering dilakukan baik itu lagu tradisional (Ugaa), cerita mob, cerita pendek CERPEN, cerita terkat relatifitas maskawin, cerita rakyat (Umitou-Mana) dan berbagai bentuk cerita. Selain itu mereka juga memotivasi dan menasehati satu sama lain memberi ceramah metode oral/lisan terhadap anak-anak mereka atau orang yang lebih mudah dari mereka. Agar adanya moral teori tersebut, anak-anak atau parah lelaki muda (umitou-mana) itu sebagai pedoman tolak ukur masa depan mereka.
II. Landasan kehidupan suku Mee/Ekari
Tatanan hidup suku mee tidak terlepas dari (moralitas, spiritualitas, humanisme, relatifitas, dan heritabilitas tanah leluhur mereka “heritage of the land”).
- Dengan adanya Dinamika pondasi siklus di atas suku mee juga punya jati diri sebagai kebanggaan itu sendiri, mereka mempunyai “moralitas” atau jati diri mereka yaitu budaya, dalam hal ini adat istiadat yang begitu eloknya, (koteka moge) yang menunjukan mereka juga punya ciri kas budaya “show of the culture” budaya atau kebiasaan suku mee adalah modal yang tidak bisa bayar oleh harta benda berbentuk apapun, karena budaya adalah harkat dan martabat suatu bangsa yang mewarnai identitas suku bangsa tersebut.
- Selain Budaya, suku Mee/Ekagi juga memiliki kepercayaan “spritualitas” yang sangat ketat, kuat, bersifat terhormat dan cuci. Sebelum misionaris masuk di meuwodide mereka juga mempunyai dasar humum Tuhan 10 (sepuluh) hukum Allah (diyodouya mana-gati) dan mereka juga percaya bhawa Tuhan yang menciptakan Langit dan bumi serta segala isinya itu ada (Ugatame).
- Secara literal/harfial UGATAME ialah yang menciptakan segala sesuatu langit dan bumi serta segala isinya. Artinya Ugatame. Kepercayaaan mereka kepada ugatame itu sangat cuci, sakral dan terjaga sehingga kepercayaan tersebut juga selalu mereka komando dalam berbagai acara atau Ibadah mereka.
- Suku mee/ekari juga mempunyai kasih dan Kemanusiaan “humanisme” yang sangat erat dengan budaya mereka, suku mee selalu kasih yang besar dan psikologis orang mee pada umumnya memiliki kasih sayang sangat terjaga dan mereka juga menghargai pengunjung atau suku papua lain yang datang di daerah mereka kampung tertentu, orang yang pendatang itu sangat spesial dalam kehidupan mereka. Sehingga, mereka melakukan pesta yang sangat meriah bagi mereka sebagai tanda kehormatan sebagai teman atau saudara yang terhormat, Dalam kehidupan suku mee.
- Salah satu, kebiasaan yang terjaga dalam kehidupan suku mee/ekari ialah hubungan “relativities” suku mee yang sangat kuat dalam keluarga mereka ialah memiliki harga diri sebagai Om, none/akone, akaitayoka/naitaiyoka, akepa/anepa ani keneka/aki keneka dan lain sebagainya, yang artinya dalam budaya suku mee memiliki kerabat keluarga yang sangat panjang “relativities of the family”.
- Suku mee/ekari memiliki tanah yang luas batas wilayah Kegata samapai Makatakaida itu disebut dengan (Meuwodide) adalah pemilik wilayah Adat Mee-Pagoo lebih khusunya suku Mee/Ekari saja . kehidupan orang papua dan lebih khususnya suku Mee Ekari bersifat nya kehidupan mereka kelangsungan hidup ”viability” dalam hal ini tanah atau lahan ini memberikan mereka berkebun, nelayan, ternak, berburu dan bangun rumah dan mewariskan tanah/lahan nenek moyang mereka “heritage of the land” dan tanah itu sifatnya mama kita, tanah ini yang memberi kita hidup di atas tanya itu sendiri.
III. Penutup
Kehidupan suku mee/ekari memiliki batas wilayah yang jelas yaitu Mee-pagoo atau meuwodide. Parah lelaki atau kaum pria mempunyai emawa/yamewa yang disebut dengan rumah untuk lelaki para kaum pria yang berpusat atau kediaman untuk tempat tinggal mereka.
Suku Mee/Ekari juga, tidak terlepas dari kerabat keluarga mereka sebagai melengkapi dan menjalin untuk dambakan dalam kehidupan mereka sebagai hubungan yang panjang dalam kehidupan suku mee mereka.
Suku mee, selalu patut kepada kepada 10 (sepuluh) hukum Allah (diyodouya mana gati) sebagai penentu hidup dalam suku mee. Apabila melanggar salah satu hukum orang tersebut umur pendek dan tidak lama lagi meningal dunia.
Suku ekari juga memiliki (humanisme dan sociable) yang tinggi untuk kehidupan sehari-hari mereka. Akan tetapi, itupun juga tidak semua orang. Namun, kebanyakan mudah bergaul “sociable” terhadap hal-hal baru, baik itu hal negatif maupun positif tergantung orangnya.
Suku mee sendiri mereka mempercayai Ugatame adalah segala Tuhan di muka bumi ini. Sehingga, kehidupan mereka jauh dari beribadah dan bersyukur kepada Ugatame, mereka selalu merasa putus asa dan tidak ada harapan bagi mereka karena mereka merasa hubungan intim dan terjalin dengan Ugatame Sebagai Tuhan Mereka sudah jahu dari mereka. Karena anggapan dan kepercayaan mereka Ugatame adalah segala yang diciptakan di muka bumi ini hanya melalui dia maka kehidupan mereka selalu mendahulukan Ugatame dalam kehidupan mereka sehari-hari. (*)
Penulis : Adalah Mahasiswa Papua yang sedang Aktif Kuliah di Jawa - Surabaya (Email : yumaidance@gmail.com)
Belum ada Komentar
Posting Komentar